www.canva.com
8 Oktober 2020 saya jajakan diri bersama teman-teman ke Semarang dengan menggunakan motor metik dan gigi menuju kaki Gunung Ungaran tepatnya basecamp Mawar.
H-14
Persiapan mendaki salah satu gunung di pulau Jawa tentu saja jauh-jauh hari harus dipersiapkan, terlebih saya berasal dari pulau Sumatera. Kesiapan mental yang utama saya siapkan karena di tahun 2020 sebagian besar bulannya diisi dengan penyebaran Covid-19 yang tentunya belum bisa dihentikan. Saya juga tidak mungkin diizinkan ibu saya keluyur keseberang pulau untuk mendaki gunung dan disituasi saat ini jika tidak dengan alasan lain. Sebenarnya mendaki gunung adalah niat kedua saya, niat yang pertama yaitu menghadiri pernikahan sahabat saya semasa kuliah dulu yang sudah direncanakan sebelum Covid melanda.
Fikiran untuk mendaki terlintas dibenak saya karena sangat disayangkan jika saya ke Jogja hanya menghadiri pernikahan saja. Di Jogja nanti saya berencana mermalam selama 7 hari, jadilah mendaki tujuan kedua saya. Selama di rumah saya mulai menghubungi teman-teman saya meman memiliki hobi serupa. Tak lama berfikir saya menelpon sahabat kuliah saya Uk panggilan akrabnya dan tentunya Uk perempuan, karena mendaki saya membutuhkan teman berghibah, sebelumnya saya juga sudah pernah mendaki bersama Uk ke Gunung Merapi dan Uk selalu stay di Jogja karena kampung halamannya disana. Rencanan saya direspon antusias oleh Uk sembari mengingat kembali kenangan dan keseruan ketika mendaki Gunung Merapi. Obrolan kami serius ketika membahas leader yang akan memimpin pendakian. Ok masing-masih dari kami mulai mencari kenalan atau teman yang kiranya mampu memimpin kami selama pendakian.
Selanjutnya saya berkutat didepan handphone mencari teman lelaki yang mau diajak mendaki, setelah tanya sana-sini di beberapa grup akhirnya muncul satu nama yaitu Cad panggilan akrabnya. Cad endiri adalah partner saya selama berada dipengurusan UKM semasa kuliah jadi tidak ada rasa canggung lagi jika kami mendaki gunung. Obrolan intens terkait mendaki gunung mulai saya utarakan, keinginan saya sedari dulu sebenarnnya ingin mendaki Gunung Merbabu, karena saya percaya Cad sudah mengerti pendakian disana karena rumahnya yang tak jauh dari Gunung Merbabu dan pastinya Cad sudah pernah mendaki kesana.
Rencana saya unutk mendaki Gunung Merbabu harus diurunkan karena pada saat itu Merbabu sedang ditutup dengan beberapa alasan. tidak mengherankan memang jika kebanyak gunung ditutup untuk sementara waktu, bisa karena Covid-19 ataupun perbaikan jalan pendakian oleh petugas konservasi dikarena jejak-jejak yang mulai hilang karena longsor, kebetulan bebebrapa bulan ini musim penghujan menerpa Indonesia.
Cad pun mengusulkan beberapa Gunung lain yang tidak ditutup seperti Gunung Ungaran, Sindoro dan Sumbing. Seketika itu saya mencari-cari foto, membaca berbagai blog ataupun artikel terkait pengalaman dan keseruan pendaki lain. Sindoro sejauh ini memikat hati saya pasalnya hamparan kawah berwarna putih, asap yang menggumpal dan bau belerang mengisi aktifitas di puncak setinggi 3.136 Mdpl. tak jauh berbeda dengan Sumbing yang memikat pendakinya karena merupakan salah satu gunung tertinggi ketiga di Pulau Jawa setelah Gunung Semeru dan Gunung Slamet dengan ketinggian puncak 3.371 Mdpl. Sedangkan Ungaran terlalu jauh dari titik kumpul kami di Jogja walaupun ketinggian puncaknya sesui dengan kapasitas saya dan Uk yang sudah lama tidak mendaki dengan ketinggian puncak 2.050 Mdpl.
Setelah diksusi yang panjang dan mempertimbangkan keselamatan saya dan Uk akhirnya Gunung Ungaran pemenangnya yang dirasa akan aman bagi pendaki yang telah lama vakum ataupun bagi pemula. Walapun sedikit berat untuk menghadapi perjalanan yang cukup panjang dari Jogja ke Semarang karena memakan waktu selama 3-4 jam menggunkan motor. Untuk waktu keberangkatan kami bertiga memiliki waktu yang fleksibel karena sedang tidak terikat dengan pekerjaan, tetapi kami harus mencari teman lagi minimal empat orang lebihpun tak masalah.
Perekruitan pun berlangsung cukup lama karena teman-teman kuliah yang berdomisili di Jogja atau sekitarnya telah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing ataupun keluarga bagi yang telah berkeluarga. Sebelum keberangkatan saya ke Jogja saya sudah mengantongi nama-nama yang kemungkinan besar dapat ikut tetapi dengan syarat weekend sehabis mereka bekerja. Deal jarak jauh melalui percakapan online pun terjadi. Ketua rombongan pun melist daftar-daftar baawaan yang perlu dipersiapkan untuk pribadi maupun kelompok. Ok saya sangat bersemangat kala itu karena semua berjalan seperti alurnya.
Alat pribadi untuk mendakipun saya persiapkan tak lupa pula peralatan kondangan karena itu tujuan utama saya ke Jogja, sebenarnya untuk alat pribadi saya hanya punya sepatu saja selebihnya seperti sleeping bag dan jaket wind proof hak milik kakak perempuan saya, bahkan carrier pun saya tidak punya, tak apa dengan perlengkapan pribadi yang belum lengkap ini nanti bisa kita pinjam sana sini ataupun pinjam di persewaaan saja, yang penting kita berangkat.
Perjalanan ke Jogja saya putuskan menggunakan jalur darat melalui bus. Tiket sudah ditangan dengan jadwal keberangkatan jam 13.00 siang di Terminal Rajabasa. Perjalanan menuju Jogja akan menempuh waktu sekitar 12-24 jam, tergantung kemacetan jalan dan kecepatan bus. Saat itu saya membawa satu ransel dan 1 jinjingan berisi sepatu dan perlengkapan mendaki lainnya, maklum kalu tidak memiliki carrier jinjingan di tangan kiri kanan jadi penuh. Untuk mengisi kebosaan tidur nan saya ketika di bus tentu saja kita habiskan waktu dengan tidur, karena saya tidak bisa membaca buku atau melihat hp terlalu lama ketika di dalam kendaraan bisa pusing rasanya. Agara tidur nyenyak tentunya dengan penolong setia saya yaitu antimo.
waktu berlalu cepat dengan berhenti beberapa kali di tempat peristirahatan untuk sejenak mengisi perut dan mengeluarkan isi perut. Tak ada kemacetan selama perjalanan dan matahari menyambut pagi saya di Kota Jogja.
H-7
Tepat pukul 10.00 pagi saya tiba di Jogja, jadwal saya harusnya pagi itu yaitu berangkat menemui sahabat-sahabt saya untuk menyaksikan akad dan siangnya hingga sore diberlangsungkan resepsi. Agenda saya untuk menyaksikan momen sakral sahabat saya yaitu akad terlewatkan. Akhirnya saya memutuskan untuk berangkat di siang hari untuk mengikuti acara resepsi.
Jogja menjadi tempat yang nyaman bagi saya untuk berpergian sendiri dari Pulau Sumatera karena rasanya seperti pulang kampung, meskipun memang Jogja kampung Ibu saya. Ketika ke Jogja saya selalu menginap di kos salah satu teman KKN saya dulu yang berasal dari Medan, kita panggil saya Wak. Wak merupakan sahabat saya yang sangat baik walapun pertemanan kita baru dimulai di semester akhir ketika KKN, hanya butuh waktu sebulan bagi kami untuk akrab hingga sekarang. Beberapa kecocokan yang saya rasakan ketika bersama Wak yaitu kita sama-sama suka drama korea, jalan-jalan dan jajan. Mungkin nanti akan saya ceritakan pengalam seru saya ketika KKN.
Jadi selama 7 hari saya diperbolehkan Wak untuk menginap di kos-nya, kebetulan saat itu mahasiswa sedang kuliah daring di rumah masing-masing, alhasil kos-kosan Wak sepi dan kebetulan Wak senang aku datang ke Jogja karena menemani dia di Kos. Setiba di kos Wak kami berpas-pasan di garasi motor karena Wak sudah siap untuk berangkat kerja pagi itu, kunci kamar pun diserahkannya pada saya.
Setelah berbesih diri, saya bergegas make-up semaksimal dan sebisa mungkin, karena level saya dalam hal make-up berada pada level standar. Ok setelah semua siap saya bergegas menuju lokasi dan berbahagia bertemu dengan sahabat-sahabt saya dan tentunya kedua mempelai. acara berlangsung ana dan tertib dengan mematuhi protokol kesehatan. Reuini dengan teman-teman kuliah tentu tak terkecuali hingga acarapun tak terasa selesai. Malam hari setelah Magrib kami bergegas kembali ke hunian masing-masing.
Tujuan utama saya di Jogja telah selesai , saatnya menyusun rencana selanjutnya yaitu mendaki Gunung Ungaran.